“Jika ada pertanyakan, silahkan ditanya,” gadis itu tersenyum lembut kearah Rania, terkadang Rania menangkap raut kasihan darinya. Memang saat ini, Rania patut dikasihani.
“Dia adalah abangku, abang kandungku. Kami dilahirkan dari rahim yang sama dengan ayah berbeda.” Rania terperanjat mendengarnya, apa yang dipikirkan lelaki itu. Memberitahukan mengenai keberadaanya kepada keluarganya sendiri. Bukankah seharusnya ia disembunyikan.
“Dia sudah berulang kali membawa teman ‘kencannya’ ke butikku, karna ya memang harus diakui butikku cukup terkenal. Sehingga perempuan dengan mata jelalatan berusaha memiliki beberapa gaun dari butikku. Tapi,” Mia menelisik ke arah Rania, “baru kali ini Ferre meminta untuk merubah penampilan seseorang. Maaf jika tersinggung, sungguh aku tidak bermaksud untuk merendahkan.” Sesungguhnya tidak ada yang salah dari ucapan Mia dan Rania menyadari ia hanyalah jalang tidak lebih.
“T-tidak, tidak apa-apa. Aku hanya, apakah aku harus memanggil kakak?” Mia tertawa mendengar pertanyaan dari Rania, ya Ampun tumben abangnya ini tertarik dengan gadis polos dan Mia yakini masih perawan ini.
“Terserah dan sebagaimana nyamannya saja. Tidak memaksa, tapi aku lebih suka dipanggil Mia biar serasa teman.”
“Tapi rasanya itu sangat tidak sopan.”
“Terserah saja kalau begitu, mari kita ke spa dahulu baru ke salon dan memilih skincare yang cocok untukmu. Huft, perjalanan kita masih panjang.” Dan Rania terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
“Tidak salah lagi, kau sangat cantik sekali Rania. Lihat!” seorang gadis cantik berada di pantulan cermin itu, dengan rambut panjang gelombangnya yang entah diapakan salon, kulit lembut dan lembab serta wangi dan jangan lupa polesan ringan diwajahnya membuatnya seakan menjadi orang lain, Rania benar-benar tidak mengenali siapa ia.
“Seperti orang yang berbeda.” Mia hanya tertawa melihat reaksi Rania.
“Karna kau adalah berlian yang tersembunyi, Rania sepertinya kita harus menentukan jadwal perawatan mulai saat ini.” Mia memegang bahu Rania, mengarahkan gadis itu menatapnya.
“Sebenarnya aku sangat senang kau berkencan dengan abangku, sudah sejak lama ia tidak pernah jatuh cinta. Saat ini, aku melihat sedikit kemanusiaan dalam dirinya. Meski kami dekat, tapi aku tidak pernah mencampuri urusannya, dia sudah cukup terluka. Semoga ia bahagia bersamamu ya.” Kenapa ia diperkenalkan sebagai teman kencan, ia bukanlah gadis yang dikencani oleh Ferre, Rania adalah jalangnya. Rasanya ingin sekali menjelaskan kepada Mia bahwa ia adalah jalang bayaran Ferre untuk menemaninya beberapa waktu ke depan, ini bukan hubungan jangka panjang.
Tapi semua itu hanyalah ada dalam bayangan, Rania tentu saja tidak akan sanggup bersuara. Menuntut penjelasan dari Ferre adalah solusi terbaik.
Rania duduk menunggu, entah pergi kemana Ferre. Mungkin ke restoran, Rania hanya bisa duduk terdiam sembari memainkan gaun dengan potongan sederhana ini, sangat feminism berwarna cream cocok dikulit Rania yang kuning langsat.
“Sepertinya sudah sangat lama menunggu, gadis lemah.” Suara itu mengejutkan Rania, saat ia mengangkat kepalanya Ferre berada didepannya dengan kemeja yang sudah kusut, dan jas yang tadi ada entah hilang kemana.
“Sangat cantik, tidak rugi aku mengeluarkan uang sebanyak itu.” Ferre mendekat, merangkul pinggang langsing Rania mendekat kearahnya. Mencium sejenak pipi kanan Rania, membuat gadis itu memerah.
“Kau hanya kucium dipipi sudah memerah sebegini, bagaimana jika kucium seluruhnya. Sungguh aku tidak sabar lagi.” Perkataan Ferre membuat Rania mematung, habis sudah. Tidak ada lagi tersisa, ia hanya bisa pasrah dan seperti menunggu hukuman mati dijatuhkan kepadanya, tidak ada yang bisa dilakukan.
“Kita akan menginap di hotel terdekat saja, kalau bersikeras ke apartemen aku takut tidak tahan lagi, bahkan untuk menuju apartemen sekalipun.” Rania hanya menahan nafas.
“Jangan tegang, kita akan merasakan surga dunia sebentar lagi.”
Mereka sampai di lobby hotel, Rania yang malu menundukkan wajahnya. Ia khawatir jika ada yang mengenalinya meskipun kemungkinan itu sangat kecil, Rania sangat cantik sekarang. Dengan gaun dan makeup yang sangat pas di wajahnya.
“Ayo…” Ferre berjalan mendahului Rania, menunjukkan kemana kamar yang akan mereka tempati.
“Malam ini, kita akan makan di dalam kamar hotel saja. Kau duduk saja karna aku akan mandi dulu. Dan nikmatilah waktumu.” Kata-kata itu!
Seperti memiliki maksud tersirat yang tentu saja Rania tahu apa maksudnya. Ia ingin menangis, meraung tapi tidak bisa. Bahkan pemAndangan menjelang malam yang disuguhkan hotel ini tidak bisa membuat Rania rileks sejenak saja. Rania menuju ruangan entah apa namanya, karna baru pertama kali Rania menginap di hotel. Ia memilih untuk duduk di sofa yang tersedia, sembari memeriksa ponsel Tuanya. Berharap Bunda Indah akan menghubunginya. Tapi sepertinya itu tidak mungkin, jadi Rania lebih dahulu mengirimkan pesan kepada Bunda Indah bahwa ia sudah sampai pada tempat tujuan dan sekarang sedang beristirahat dengan tenang, bukan tegang seperti adanya.
Entah, Rania dapat merasakan perubahan suasana Ferre yang terlihat sangat letih sekarang seakan bersemangat. Bagaimana Rania tidak tahu, ia terus saja bersenandung. Seperti memenangkan sebuah lotre, padahal ia hanyalah gadis sederhana dan miskin, benar-benar tidak habis pikir. Seharusnya bukan ia yang berada disini, bukan.
“Apakah makanannya belum juga datang?” pertanyaan itu membuat Rania terperanjat.
“Jangan melamun, lebih baik mandi. Meskipun riasan itu sangat disayangkan hilang dari wajahmu. Tapi tak apa, bukankah Mia sudah membelikan makeup dan segala peralatan yang membingungkan itu?” Rania mengangguk, sungguh ia tidak mampu menatap Ferre yang sedang bertelanjang dada dan menggunakan celana pendek yang seperti dalaman ketat menunjukkan keperkasaan dirinya dihadapan Rania sekarang, tidak bisakah ia memakai baju terlebih dahulu.
“Apa kau tidak ingin mandi?” segera Rania bergegas ke kamar mandi. Berdiam diri seraya melihat pantulan diri, jujur Rania sangat takjub melihat penampilannya sekarang, tapi itu semua tidak penting lagi. Kesuciannya akan terenggut sebentar lagi, apa yang bisa ia banggakan. Tidak ada!
Ia hanyalah objek lemah yang dijadikan simpanan pria kaya, semoga saja tidak ada wanita yang tiba-tiba melabraknya dan mengaku sebagai kekasih atau tunangan Ferre, jika iya betapa menjijikkan dirinya. Merusak sebuah hubungan.
Setelah mandi dan bebersih, Rania keluar dari kamar mandi menggunakan bathrobe, tas dan bajunya entah hilang kemana. Tas belanjaan tadi bersama Mia pun tertinggal di mobil sehingga hanya ini yang bisa ia gunakan. Tapi bukankah ia akan telanjang, oh Rania berhenti berpikir menjijikan seperti ini. Erang Rania.
Makanan sudah tersaji, Ferre menunggunya untuk duduk dihadapannya dan mulai memakan makanan dalam keheningan, sedangkan Rania benar-benar tidak nafsu makan sehingga hanya mengaduk-ngaduk makanannya saja.
“Apakah kau ingin minum wine, aku tadi memesan wine untuk mengurangi rasa tegangmu itu.” Rania yang sebenarnya tidak pernah minum minuman beralkohol mengangguk, sepertinya ia sangat membutuhkannya.
*Cerita Against The Devil dapat dibaca melalui karyakarsa secara gratis
Ooh ada di karyakarsa
Tks y kak udh update.