Vitamins Blog

THE PIECE OF PUZZLE – PART 3

Bookmark
Please login to bookmark Close

10 votes, average: 1.00 out of 1 (10 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Samantha POV

Beberapa menit berada dalam lengan kokoh David, aku semakin merasa nyaman. Aku mulai membalas pelukan David, mungkin dia sedang sedih karena mengingat seseorang di masa lalu nya. Namun, aku mengernyitkan kening sambil memikirkan kata-kata David, “Akhirnya aku menemukanmu”. Seakan tersadar jika posisi kami sangat dekat aku sedikit menjauhkan tubuhku agar tidak terlalu menempel, David pun tersadar dan segera melonggarkan pelukannya sambil menatap mataku tajam. Seolah ia merasa terganggu karena aku melepaskan pelukannya secara tiba-tiba.

Aku langsung menunduk dan meremas kedua jemari tanganku yang saling bertautan. “Maafkan aku karena memelukmu secara tiba-tiba, apa kau masih merasa pusing” ucap David. Aku yang tadinya menunduk, berbalik menatap wajah David. “Ya…sedikit. Tapi aku merasa sudah lebih baik”. David pun berdiri dan mengambil nampan yang di atasnya terdapat segelas air putih, semangkuk sup hangat dan obat pereda nyeri kepala yang sudah tersedia di atas side table. 

“Minumlah dan habiskan sup-nya, kau bisa meminum obat setelahnya” ucap David masih dengan tatapan tajamnya. “Apakah setelah ini kita akan kembali ke kantor, Sir?” Ucapku. “Tidak, karena kau tidak memanggilku dengan nama yang benar” kata David geli melihat ekspresiku yang kebingungan. Saat aku ingin membantah David menunjuk nampan yang berisikan sup tersebut agar segera ku habiskan. David mengawasiku yang dengan patuh langsung melahap supnya dengan khidmat.

Aku sudah menghabiskan makananku dan sudah meminum obat. Rasanya sudah tidak pusing seperti tadi. Obatnya pun tidak membuatku mengantuk. Aku terkesiap melihat David yang sedari tadi memperhatikanku. Aku kikuk saat menatapnya. “Dave, bisakah kita kembali ke kantor?” kataku. “Kenapa kau ingin sekali cepat-cepat kembali ke kantor?” Ucap David. Aku dengan polosnya menjawab pertanyaan yg dilontarkan David “Karena aku harus segera kembali bekerja”. Mungkin David sedikit merasa geli dengan tingkah ku. “Bos-mu ada disini dan kau ingin kembali ke kantor untuk bekerja? Baiklah jika kau ingin sekali bekerja, kau bisa membantuku memilihkan setelan yang pas untuk ku kenakan malam ini di pesta perayaan ulangtahun pernikahan orangtuaku” ucap David dengan sedikit senyum tertahan.

 

David POV

Hari ini rasanya hariku benar-benar cerah sekali. Kedatangan Avery secara tiba-tiba ke kantorku membuatku kesal, namun karena adanya Samantha bersamaku saat ini aku merasa lebih bersemangat untuk menjalani hari-hari. Dulu sebelum aku menemukan Samantha, aku menyibuk-kan diri dengan bekerja. Disamping bekerja, aku selalu memantau perkembangan informasi orang suruhanku yang aku perintahkan untuk menemukan dimana Samantha berada. 

Sekarang aku dan Samantha sudah berada di salah satu butik terkenal di pusat kota New York. Dia sedang memilihkan ku pakaian untuk ku kenakan nanti malam. Samantha memilihkan setelan tuxedo berwarna navy yang agak gelap. Samantha terperangah saat salah satu staff butik langsung menaruh kembali tuxedo yang telah di pilihnya setelah aku memanggil staff tersebut. Mungkin dia berpikir aku tidak menyukai pilihannya. 

“Pilihan yang bagus. Salah satu staff akan mengirimkannya nanti ke Daniel, Daniel yang akan memastikan ukurannya untukku. Sekarang giliran aku yang akan memilihkan setelan yang pas untukmu, duduklah”. Aku menawarkan Samantha agar ia duduk saja selagi aku memilihkan gaun untuknya. “Tidak usah, Sir. Ku rasa itu tidak perlu” ucap Samantha. Oh ya aku belum meberitahunya bahwa aku akan mengajak Samantha ke acara nanti malam. “Kau akan ikut bersamaku nanti malam. Hei, dan kau tadi memanggilku dengan sebutan apa?” Ucapku pura-pura serius. “Maksudmu, Sir? Eh…Dave maksudku, maaf” ucapnya menunduk. 

Aku tertawa kecil melihat Samantha menunduk. Wajahnya saat menggemaskan. Oh Tuhan betapa aku merindukan gadisku. “Baiklah ku maafkan, asal kau duduk manis disini. Mengerti” ucap David. “Baiklah, jika kau tak keberatan” kata Samantha yang lagi-lagi merasa tidak enak.

************

Aku selesai memilihkan gaun yang akan Samantha kenakan nanti malam. Aku sudah menyuruh staff butik untuk membungkusnya, segera ku hampiri Samantha yang sedang duduk sambil melihat ke sekeliling butik. Ku serahkan papper bag tersebut pada Samantha yang kebingungan “Ambilah, ukurannya sudah kupastikan sangat pas dengan tubuhmu” ucap David serius. Lagi-lagi wanita itu terperangah, namun hanya bisa menuruti kemauan David. 

“Terimakasih, Dave. Tapi untuk apa aku ikut ke acara orangtuamu nanti malam?” Ucap Samantha penasaran. “Kau kan sekretarisku, aku tidak ingin bantahan. Ok?”. Samantha mungkin tidak ingin ambil pusing dengan pernyataanku. Dia hanya menurut. “Baiklah” ucapnya.

Kami memasuki area gedung kantor sebelum jam makan siang dan aku segera memerintahkan Daniel untuk membantu Samantha mempelajari jobdesk-nya sebagai Sekretarisku yang baru.

************

Samantha POV

Hari ini sungguh hari yang membingungkan, bagaimana tidak aku diterima kerja tanpa melewati proses interview yang panjang. Atasanmu membawamu kerumahnya, memelukmu tiba-tiba, menyuruhmu memilihkan setelan ke acara pesta orangtuanya, lalu atasanmu memilihkan gaun untuk ku kenakan ke acara yang sama. Aku sebagai sekretaris hanya bisa menurut saja, karena memang saat ini kinerjaku sedang dinilai olehnya. 

Ku tatap papper bag dari butik terkenal yang dipilihkan oleh David. Lalu ku tatap David yang sedang serius menatap laptop di depannya. Ku simpan kembali, papper bag tersebut dan segera ku pelajari file-file yang Daniel berikan tadi. Ya, file-file yang isinya menyangkut pekerjaanku untuk kedepannya. 

Saat jam makan siang David menyuruhku untuk ikut makan siang bersama client-nya, mungkin sskalian untuk membahas proyek yang akan mereka kerjakan. 

Lagi-lagi aku dan David hanya membisu selama perjalanan, kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Kami sampai di salah satu restaurant mewah dan aku langsung segera mengikuti David yang terlihat sangat santai. 

Setibanya di VIP Room, aku melihat seorang pria dan wanita yang notabennya sekretaris dari pria tersebut. Kami memulai dengan makan siang bersama dan sesekali menimpali obrolan mereka. Namun, aku merasa risih sekali dengan sekretaris dari rekan kerja David yang ku ketahui bernama Hailey tersebut menatapku sangat tajam, terkesan tidak menyukai apa yang ada di diriku. “Apa yang salah denganku” pikirku. 

Selama meeting berlangsung, aku hanya mendengarkan dan mencatat point-point penting dari inti pembicaraan yang mereka bahas. Sesekali aku ikut berkontribusi meyuarakan pendapatku, begitupun dengan Hailey. 

Baru ku ketahui bahwa rekan kerja David yang bernama Marcel tersebut masih mempunyai hubungan keluarga dengan David. Marcel’s Corporation dan Russel’s Corporation memang sudah bekerja sama sejak dulu, dari yang aku baca dari company profile Russel’s Corporation.

Di tengah pembicaraan, aku izin untuk pergi ke toilet. Saat di toilet, aku sedikit memperhatikan penampilanku. Blouse berwarna biru muda dengan rok slim fit berwarna putih mencapai lutut. Tidak ada yang salah, wajahku pun masih baik-baik saja dengan riasan tipis. Aku mencuci tangan dan tidak ingin memikirkan kenapa Hailey terlihat sangat tidak suka saat melihatku. 

Saat aku ingin berbalik rupanya Hailey baru saja masuk ke dalam toilet. Aku mengeringkan tanganku, dan ku beranikan menyapanya yang sedang berkaca pada kaca di depan wastafel. “Hai, hailey senang bertemu denganmu” kataku kikuk. Hailey hanya melengos tidak menanggapi, namun matanya menatapku tajam melalui kaca. “Kau. Samantha kan?, hebat sekali dirimu bisa diterima langsung bekerja di perusahaan David. Ku dengar tidak ada proses interview untukmu”. ucap Hailey tidak terima. “Ya, memang begitu. Tapi Mr. Russel yang akan mengawasi kinerjaku secara langsung dan akan mempertimbangkannya kembali untuk memperpanjang masa kerjaku atau tidak” ucap Samantha membenarkan perkataan Hailey. 

Hailey hanya tersenyum meremehkan. “Samantha, kau jangan pura-pura polos. Kau mungkin saja menggunakan tubuhmu untuk merayu David agar kau diterima bekerja dengannya. David tidak akan sembarangan menerima sekretaris” ucap Hailey kasar. “Lihatlah dirimu, kau tidak tahu cara berpakaian sebagai sekretaris, jauh sekali dari sekretaris David sebelumnya. Sangat-sangat tidak pantas bersanding dengan David” ucap Hailey yang masih menatap Samantha dengan tajam. 

Samantha memberanikan diri menatap Hailey dengan tegas “Maaf, Hailey. Ku rasa aku akan kembali, dan apa yang kau pikirkan tentangku itu sama sekali tidak benar, cobalah berpikir positif tentang orain lain. Permisi” ucap Samantha santai lalu segera membalikan badan untuk segera kembali menghampiri David dan Marcel. 

************

Beberapa detik setelah Samantha membalikkan badan, Hailey menarik rambut Samantha membuat Samantha berbalik dan mengaduh kesakitan. “Hailey, apa yang kau lakukan” sambil meringis Samantha memegangi tangan Hailey yang menjambaknya kuat. 

“Lancang sekali kau menasehatiku, jalang” ucap Hailey marah. Tanpa disangka Hailey mendorong tubuh Samantha. Samantha terhuyung hampir membentur dinding toilet, kancing blouse-nya pun ada yang terlepas karena sedikit terkoyak oleh tangan Hailey. Tak lama Samantha merasakan rambutnya basah karena Hailey menyiramnya dengan air vas bunga yang berada di dekat wastafel.

“Awas saja, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu” ucap Hailey sinis. Hailey terlihat sangat puas atas apa yang dia lakukan kepada Samantha, buktinya wanita itu keluar dari toilet dengan senyum yg lebar.

Samantha bersandar di dinding toilet. Melihat pantulan dirinya di kaca besar yang terpasang sebesar dinding toilet. Rambutnya kusut. Blouse-nya basah kuyup pada bagian depan. Kancingnya pun ada yang terlepas. Samantha tidak mungkin keluar dengan keadaan seperti ini. 

David POV

Alu melihat Hailey yang sudah kembali dari toilet dan segera bertanya kepadanya kenapa Samantha lama sekali di toilet. “Hailey, apa kau tidak melihat Samantha di toilet?” ucapku penasaran. “Tidak. Saat aku ke toilet Samantha sedang di dalam bilik toilet. Setelah aku keluar tidak ada orang. Ku pikir dia masih di dalam” kata Hailey santai. 

“Baiklah, meeting hari ini kita selesaikan sampai disini. Kalian boleh pergi duluan, aku akan menunggu Samantha” ucap David. 

“Kalau begitu sampai bertemu nanti, Dave” ucap Marcel lalu bergegas meninggalkan meja. “Permisi, Mr. Russel” ucap Hailey dengan nada sensual. David hanya melambaikan tangan menanggapi keduanya. 

Aku masih menunggu Samantha yang tak kunjung keluar dari toilet. Aku berpikir apakah dia kabur. Tidak. Tidak. Tasnya saja masih tertinggal disini. Atau Samantha pingsan lagi di dalam. Aku langsung bergegas menyusul Samantha ke toilet, tidak peduli jika aku harus memasuki toilet wanita sekalipun. 

Aku masuk ke dalam toilet wanita, yang untungnya sedang sepi karena sudah selesai jam makan siang. Aku menyerukan nama Samantha. “Samantha, apa kau ada di dalam?” Aku menghampiri salah satu bilik toilet yang tertutup. 

“Samantha” ucapku. Tidak ada jawaban, dan aku bergegas membalikan badan untuk menghubungi nomor ponsel Samantha yang kebetulan langsung ku simpan dikontak ku saat membaca Curriculum Vitae milik Samantha. Namun terdengar suara pintu terbuka yang membuatku berbalik ke arah tersebut. 

“Dave” lirih Samantha dengan suara bergetar. Ku lihat sosok Samantha yang tidak sesegar tadi. Matanya sembab dan hidungnya merah. Sementara tangannya memegangi bagian depan blouse-nya yang basah kuyup. Rambutnya pun berantakan, walaupun aku yakin Samantha sudah mencoba untuk merapikannya.

Aku yang khawatir segera menghampir Samantha yang terlihat rapuh. Aku langsung memegang kedua bahu mungil Samantha. “Dave, aku menunggumu menjemputku disini walaupun aku pikir itu mustahil. Tapi, kau datang. Terimakasih” ucap Samantha masih dengan suata yang bergetar. 

Hatiku langsung sakit mendengar Samantha berbicara seperti itu. Membuatku merasakan kembali kepada masa-masa dulu saat masih bersama Samantha. Apakah dulu Samantha juga berharap aku kembali, saat dulu aku memutuskan pergi meninggalkannya karena kebodohanku. Aku segara memeluk tubuh mungilnya yang masih bergetar. “Aku disini, Samantha. Maafkan aku karena datang terlambat” ucapku memeluknya erat. 

1 Komentar

  1. Bagus