Vitamins Blog

One Night – Ch. 2

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

27 votes, average: 1.00 out of 1 (27 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Aku menatapnya bingung, tak tahu harus berbuat apa saat dia terus saja meminum minuman yang sudah di sediakan bartender di hadapannya. Saat melihat dia keluar dari rumahnya dengan kesal juga di balut kesedihan mau tak mau aku mengikutinya dan ternyata dia malah di sini terlihat frustasi entah oleh apa.

Aku ingin bertanya tapi kami tak cukup dekat untuk membuat aku berhak tahu masalah pribadinya. Apakah ini tentang wanita bodoh itu lagi? Wanita yang dengan mudahnya meninggalkan dia. Aku kembali maju satu langkah, dalam beberapa menit itu terus yang aku lakukan. Mengingat bagaimana dia yang terlihat tak terlalu suka dengan kehadiaranku membuat aku cukup tahu diri kalau aku tidak berhak ada di sini. Bahkan mungkin aku tidak berhak memiliki perasaan sialan ini.

Saat dia hendak kembali meminta botol kosongnya di ganti dengan yang lain, aku langsung maju dan mencegah si bartender yang langsung memberikan aku seringai puas.

“Anda datang di saat yang tepat Nona, dia dari tadi memanggil nama Anda.” Bartender berucap yakin kalau akulah yang di panggil oleh sosok yang sekarang tengah mengamati ku dan langsung memberikan aku senyum.

“Saya rasa kita harus kembali.” Aku berucap pelan, takut dia akan membentak kalau aku ikut campur dalam masalahnya.

“Kamu datang. Kenapa?” Pertanyaan itu membuat aku langsung merasakan dadaku panas.

“Bawa dia pulang, dia sangat keras kepala.” Bartender itu terus mengoceh. “Aku sampai harus memanggil wanita lain agar dia melupakan masalahnya tapi dia menolak.” Bartender mengangkat bahu tak peduli pada tatapan kesalku.

“Diam Marvel, kamu membuat wanita ku marah.” Suara Andre di sertai dengan cegukan, membuat aku tak tega juga melihat dia.

Aku memegang bahunya meminta dia pergi bersamaku. “Kita pulang.” Suara yang ku keluarkan entah terdengar janggal.

“Sebentar sayang,” Andre merogoh saku jaketnya. Kukira dia akan memberikan uang kepada sosok yang dia sebut Marvel tapi ternyata dia memberikan kunci mobilnya. “Bawa dia besok siang Marvel, aku mencintai kamu.” Andre memberikan kecupan jarak jauh pada Marvel, membuat Marvel mengernyit.

“Bawa dia cepat Nona.” Perintah Marvel saat dia sudah mengambil kunci yang di letakkan Andre di depannya.

Aku membantu Andre Bangun, kurasakan keringat mengalir saat kami sudah sampai di depan pintu bar. “Sayang, kamu ganti mobil?” Andre berucap saat kami sudah ada di parkiran depan bar.

“Tentu saja aku menggantinya, Mba dea tidak suka mobil yang hijau itu.” Aku mengingat beberapa hari lalu kalau aku mengganti mobilku yang berisik.

“Ahh.. Dea ya. Aku ingin bertemu dengan dia.” Senyuman itu membuat aku ingin melempar dia ke jurang. Bagaimana bisa dia senyum pada wanita lain, sementara padaku tidak pernah sama sekali?

“Kamu bisa bertemu dengan dia besok , setelah mabukmu hilang.” Aku menyalakan mesin mobil. Membiarkan saja dia mengoceh sendiri.

***

Aku mengangkat kepala saat pintu ruangan terbuka. Menatap Mba Dea yang datang dengan tampang setengah kesal.

“Apa-apaan kakak kamu itu. Masak semua dia larang.” Aku kira dia bicara denganku tapi melihat Andre yang langsung ikut masuk membuat aku menutup mulut yang sempat ingin menjawab.

“Maklumin aja.” Andre mengabil tempat duduk Mba Dea, langsung membuka laptop yang memang sudah ada di sana.

“Tapi tetap saja,”

“Kak.. aku tinggal satu Minggu lagi di sini dan kakak akan bebas melakukan semuanya.” Andre mengangkat kepala sebentar dan kembali sibuk dengan laptopnya.

“Kamu juga..” Dea kehabisan kata. Aku mengerutkan kening bingung, Andre akan pergi? Kenapa dadaku terasa sesak. “Luna.”

Aku mengangkat wajah, langsung memberikan seulas senyum padanya. “Selamat pagi Mba.” Jawabku sopan.

“Kenapa kamu tidak datang keacara pernikahan aku? Setahuku Lucas memberitahu kamu.” Ucapan telak itu langsung membuat aku salah tingkah. Apa yang harus aku katakan?

“Saya.. tidak bisa datang.” Jawabku dengan cepat.

“Ohh Luna. Kenapa kamu harus berbohong. Jelas-jelas suami Kakak aku melihat kamu sudah datang. Apa kamu mengejar Andre?” Aku melihat Mba Dea menatap Andre dan aku bergantian dengan pandangan curiga. Demi Tuhan!

Andre mengangkat alis tanda tak mengerti. “Maksud kakak?” Hancur sudah duniaku.

“Suami Dera melihat Luna keluar dari mobil tapi saat melihat kamu pergi dia juga ikut pergi. Kukira dia yang membuat kamu tenang.” Kerutan di dahi Andre semakin mendalam membuat aku salah tingkah.

“Aku hanya ketinggalan sesuatu,”

“Kita harus bicara.” Andre bicara padaku tapi matanya tertuju pada Dea.

“Oke. Aku akan keluar.” Jawab Dea mengerti maksud Andre.

Dengan cepat Dea berlalu membuat aku menekan tanganku yang ku taruh di atas meja.

“Kamu wanita itu kan?” Pertanyaan Andre yang secara blak-blakan langsung membuat aku menatap tepat di matanya.

“Ma.. maksud kamu?” Aku menelan salivaku dengan susah payah.

“Berhenti berbohong Luna, Marvel menyebut ciri-ciri kamu.” Aku menegang.

“Aku..” Andre maju di depanku. Langsung membuat aku ingin berlari saat itu juga. Apalagi saat mata setajam elang itu menatap penuh tuntutan.

“Katakan apa yang telah kita lakukan malam itu Luna, kamu tidak bisa membohongi ku lagi.” Aku ingin menangis.

“Malam itu..” akhirnya kata itu terucap.

***

Aku menepuk pipinya pelan saat kami sudah sampai di parkiran apartemen yang aku tahu adalah apartemen pribadi miliknya. Aku bersyukur karena tahu tempat ini karena mengantarnya ke rumah Mamanya juga tidak mungkin dalam keadaan seperti ini.

Dia mengerjap, langsung memberikan aku seulas senyum yang tidak mungkin dia berikan saat kesadaran melingkupinya.

“Sayang.. peluk aku.” Andre membentangkan kedua tangannya, langsung membawa aku kedalam pelukannya. Jantungku malah berdetak tidak terkendali.

“Andre..”

“Tunggu sebentar.. hanya sebentar.” Suaranya kembali di iringi dengan cegukan.

“Nyonya? Ada masalah?” Aku langsung melepas pelukan Andre dengan terburu-buru hingga membuat bibirnya cemberut tak suka.

“Anda mengenal pria ini? Saya harus membawa dia masuk.” Jawabku membuat si bapak tua yang ku yakin adalah satpam menengok kearah Andre.

“Tuan Andre. Mari Nyonya saya bantu Anda memapah.” Aku mengangguk.

Si bapak tua langsung meraih lengan Andre untuk membawanya naik, tapi Andre menepisnya membuatku menggigit bibir tak nyaman.

“Bapak tua. Biarkan wanita ku yang membawa ku.” Andre kembali memberikan aku senyum dan meraih bahuku hingga lengannya kini di kalungkan di kedua bahuku.

“Sebaiknya memang Anda yang membawa.” Si bapak tua bersuara. Aku hanya mengangguk.

Si bapak tua mengantar sampai depan apartemen Andre dan meninggalkan aku yang sudah masuk ke dalam.

Aku mendudukkan Andre di sofa, langsung berdiri di depannya dengan nafas lelah. “Aku akan meninggalkan kamu di sini, sebaiknya kamu bisa jaga dirimu baik-baik.” Aku melihat Andre hanya memejamkan mata tanpa menjawab. Dengan enggan aku pergi kearah pintu. Tapi saat gagang pintu itu sudah ada di tanganku, Andre memelukku dengan erat membuat aku tersentak.

“Tinggallah!” Pintanya membuatku tertegun.

Aku berbalik menatap mata hitam itu dengan seksama, berharap bisa menemukan kalau dia mengenalku. Tapi sayangnya aku tidak menemukannya. Dia menatapku dengan tatapan penuh cinta, dan itu bukan tatapan untukku.

Aku ingin kembali bersuara tapi Andre langsung berlari meninggalkan aku ke dalam kamarnya. Aku mengikuti dengan tergesa saat ku dengar suara muntahan.

Ku pijit tengkuknya agar dia lebih leluasa mengeluarkan semua isi perutnya.

“Jangan banyak minum makanya.” Omelku saat dia sudah selesai dan kembali duduk dengan sempoyongan.

“Kamu yang membuatnya sayang. Jangan marah lagi.” mata hitam itu menatap seolah mampu menelanjangi.

“Aku harus pulang.” Tak tahan dengan situasi membuat aku langsung berdiri dan keluar dari kamar mandi.

Andre meraih pinggangku dan membelitnya dengan kedua tangan nya hingga membuat jantungku berdetak antisipasi.

Belum sempat semua ucapku terlontar, Andre sudah lebih dulu memutar tubuhku hingga berhadapan dengannya dan langsung melumat bibirku dengan segala hal yang dia punya.

Aku menegang, melotot tak yakin tentang apa yang dia lakukan. Bahkan tubuhku membeku dengan situasi ini. Hanya itu terakhir kalinya aku merasa ada di kewarasan karena setelah itu yang aku tahu, aku tenggelam dalam fantasi semuku.

***

“Maaf.” Aku menunduk. Melihat dia hanya terdiam setelah mendengar semua cerita lengkapku.

Andre menghembuskan nafas gusar. “Apa yang sudah aku lakukan?” Kutatap dia takut-takut, dia memijit pelipisnya terlihat frustasi.

“Kita lupakan saja semuanya. Tidak pernah ada yang terjadi.” Jawabku cepat tak mau dia terpaksa menanggung apapun yang tidak seharusnya dia tanggung.

“Tidak.” Andre kembali menghujamku dengan tatapan tajamnya. “Kita harus menikah.”

“Menikah?” Aku membeo tak yakin mendengar kata menikah darinya.

“Aku akan tanggung jawab.” Andre memegang pipiku. “Kamu dengar?” Tentu saja aku sangat mendengarnya.

“Tapi..”

“Luna dengar! Kita akan menikah. Aku akan memberi tahu keluargaku.” Aku menangis, demi Tuhan kenapa aku cengeng sekali.

“Ya.” Aku mengangguk dengan pandangan buram.

Andre meraih ku dalam pelukannya hingga membuat aku bisa mencium bau tubuhnya yang sama saat terakhir kali aku di peluk oleh tubuh ini. “Maafkan aku.”

“Kita hadapi bersama kedepannya.”

5 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Wow wow wow
    Dah update
    Vote dlu ya ka
    Yesss dah berhasil ksh ratings nya

  2. Yeaayyy updatee. Aku vote dulu yakkkk

  3. farahzamani5 menulis:

    Yessss akhirnya Andre tau klo cwe itu Luna hihi
    Aduhhhhh kedepanny bakal ada masalah apa nih secara mereka nikah bukan krna cintahhh
    Ditunggu kelanjutanny ya
    Semangat ka

  4. fitriartemisia menulis:

    whoaaaaa, ketemu juga nih Andre sama Luna hihiwww

  5. Jarang-jarang ada lelaki bertanggung jawab macem Andre >_<
    Aihh aku mencium konflik-konflik yang kurang mengenakkan ini *plak ;;-;;