Light Layers of The Day

Light Layers of The Day Ep 3: Mengumpankan Diri

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

projectsairaakira Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

805 votes, average: 1.00 out of 1 (805 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Ikuti terus Novel Essence Of The Light (EOTL) yang dapat dibaca gratis sampai tamat hanya di projectsairaakira.com. Temukan Novel Romantis Fantasi berkualitas lain hanya di Project Sairaakira

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

3055  words

“Kakak?”

Akram mengintip malu-malu dari pintu kamar tempat Xavier menghabiskan hari-harinya semenjak kepulangannya kembali ke rumah keluarga Night.

Sejak terbangun dari komanya, Xavier membutuhkan waktu begitu lama di rumah sakit untuk memulihkan kondisi fisiknya. Luka luar dan luka dalamnya sangat parah, termasuk beberapa organ dalam yang memar dan tulang rusuk yang patah, dan proses kesembuhan sampai Xavier bisa berjalan lagi harus ditempuh dengan berbagai tahap yang melelahkan secara fisik dan mental.

Tetapi, Xavier memiliki tekad yang kuat, belum lagi, kecerdasan, kepandaian dan cara berpikirnya sudah menyesuaikan dengan  cara pandang pria dewasa, sehingga mampu menyokong dirinya supaya tidak terpuruk dan tidak menyerah.

Sampai akhirnya, dokter memperbolehkan Xavier pulang dari rumah sakit, dan menjalani perawatan di rumah.

Masih ada hal-hal yang membuat dokter mencemaskan kondisi Xavier. Biarpun fisiknya sembuh total dan hanya menyisakan sedikit bekas yang tak akan menjejak di kulitnya setelah beberapa tahun berlalu, tetapi kondisi mental Xavier benar-benar tak terbaca.

Xavier sungguh menutup diri, menolak berbicara dan menolak berbagi kepada siapapun. Bahkan ahli jiwa dan psikiatris terbaik yang didatangkan oleh Baron Night untuk menangani kondisi mental dan trauma Xavier, masih belum berhasil membuat Xavier membuka diri untuk sekedar berkomunikasi singkat kepada mereka.

Dalam kondisi fisik yang mulai sembuh dan kondisi mental yang tak terdeskripsikan, Marlene akhirnya memutuskan untuk membawa pulang Xavier ke rumah. Dia berharap dengan begitu, Xavier bisa mengenang masa-masa indah di rumah mereka dan melupakan trauma yang menggayutinya.

Meskipun Marlene sendiri tidak yakin itu bisa terjadi. Dirinya dan juga tim dokter tahu bahwa Xavier memiliki kemampuan fotografik memori untuk mengingat segala sesuatunya sampai detail sekecil mungkin. Itu berarti bahwa Xavier tidak bisa lupa. Dalam kondisi seperti ini, setelah segala kekejaman, penyiksaan dan pelecehan mengerikan yang menimpanya, kemampuan Xavier untuk tak bisa lupa yang semula tampak bagaikan anugerah itu, kini malahan terasa mengerikan.

Tetapi, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Marlene untuk saat ini. Yang bisa dilakukannya hanyalah mencurahkan kasih sayangnya sepenuhnya, menjadikan Xavier nomor satu sambil berharap bisa membuat Xavier tersenyum lagi seperti peristiwa sebelum penculikan itu.

Setelah pulang ke rumah, Xavier menghabiskan hari-harinya di dalam kamar dan menemukan ketertarikan yang baru untuk diselaminya. Menjalani perawatan begitu lama, dengan tim dokter yang selalu membantunya, membuat Xavier tertarik pada metode pengobatan dan juga hal-hal yang berhubungan dengan ramuan kimiawi untuk pengobatan.

Baron yang mengetahui hobi baru Xavier, langsung membelikan buku-buku kedokteran terbaik yang bisa didapatkan dengan koneksinya untuk menjadi bahan bacaan. Dia tahu bahwa otak Xavier layaknya spon basah yang tak bisa mengering. Seluruh pelajaran yang didapat Xavier dari buku itu, akan menempel di otaknya secara permanen, membuat anak angkatnya itu memiliki pengetahuan kelas tinggi di usianya yang baru sembilan tahun tersebut.

Tetapi yang tak diketahui oleh Baron adalah, bahwa semakin bertambahnya hari dan semakin lama Xavier menenggelamkan diri dalam buku-buku kedokteran yang sangat menarik, semakin Xavier menyadari bahwa dia tak tertarik menyembuhkan orang atau meramu obat. Dia ternyata lebih tertarik dengan hal-hal menyangkut virus, bakteri, penyakit, juga hal-hal yang berhubungan dengan racun.

Ya, penyiksaan kejam yang dialami oleh Xavier menyisakan luka di hatinya, membuatnya lebih mencari hal-hal negatif untuk melampiaskan kebencian terpendamnya terhadap para penculiknya yang mungkin masih berkeliaran di luar sana tanpa mendapatkan hukuman yang sepantasnya.

Malam ini, Xavier tengah menghabiskan waktu malamnya untuk membaca buku tebal yang membahas tentang klasifikasi racun yang sangat rumit.

Sejak pulang dari rumah sakit, Xavier selalu susah tidur jika tidak meminum obat penenang yang diresepkan dokter untuknya. Tetapi, Xavier tentu saja tahu bahwa obat penenang itu bukan untuk digunakan dalam jangka panjang berturut-turut sehingga dia menghindari pemakaiannya, kecuali kalau dia benar-benar merasa lelah dan butuh beristirahat.

Banyak dari malam-malam Xavier yang dihabiskan untuk membaca sampai pagi, sebab, Xavier takut jika dia sampai tertidur tanpa obat. Karena, mimpi mengerikan berdasarkan memori nan akurat nyata itu, selalu datang menghampirinya dan menyelinap ke dalam mimpinya.

Ketika suara Akram terdengar dan menarik perhatian Xavier dari buku yang dibacanya, Xavier langsung menoleh ke arah Akram yang masih berdiri ragu di pintu, lalu melirik ke arah jam dinding di hadapannya.

Sudah hampir jam sebelas malam dan adiknya itu belum juga tidur. Kedua orang tuanya pasi sudah tidur pada jam-jam seperti ini. Sementara Akram sepertinya berhasil menyelinap dari kamarnya untuk mengendap-endap menuju kamar Xavier.

“Boleh aku masuk?” Ketika Xavier tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatap ke arah Akram, Akram akhirnya bersuara lagi dan bertanya ragu.

Tatapan Xavier melembut dan dia menganggukkan kepala meskipun memilih untuk tak bersuara.

Binar di mata Akram langsung bercahaya ketika mendapatkan persetujuan Xavier. Tangannya langsung bergerak mendorong pintu, dan kaki mungilnya seketika membawa langkahnya mendekat ke arah ranjang Xavier, lalu tiba-tiba berhenti dan meragu di sisi ranjang.

Xavier memiringkan kepala, menatap dengan penuh rasa ingin tahu ke arah Akram yang seolah kesulitan merangkai kata.

Tak lama kemudian, Akram mendongakkan kepala, lalu kembali menatap Xavier dengan penuh harap.

“Bolehkah… bolehkah aku tidur bersamamu?” tanyanya perlahan.

Sejenak Xavier tertegun, tak menyangka bahwa Akram akan melontarkan permintaan itu.

Dulu di masa lampau, ketika malam-malam libur, Akram memang suka tidur bersama Xavier. Tetapi, setelah peristiwa itu… bahkan Xavier pun hampir tak pernah berinteraksi dengan Akram lagi.

Seolah-olah ada tangan tak terlihat yang menjauhkan Akram dari Xavier dan mencegah Akram mendekati Xavier.

Xavier masih memilih tak bersuara. Tetapi dia menggeser tubuhnya dan membuka selimutnya, memberikan tanda persetujuan dengan sikap tubuh yang langsung dipahami oleh Akram.

Anak itu langsung memanjat ranjang tempat Xavier tidur dengan lincah, lalu membanting tubuhnya di tepi ranjang tempat Xavier berbaring, ikut membaringkan diri bantal yang sama.Akram lalu memiringkan tubuh ke arah Xavier, menatap kakaknya itu dengan ekspresi polos tak berdosa.

“Ibu bilang kakak sedang sakit dan aku tak boleh mengganggu atau mendekati kakak karena itu akan membuat kakak tambah sakit,” Akram memulai pembicaraan, matanya bertemu dengan mata Xavier dan rasa ingin tahu tampak memenuhi dirinya. “Kakak sakit apa?” tanyanya kemudian.

Xavier hanya menggelengkan kepala, membuat Akram mengerutkan kening.

“Kenapa kakak tak bicara?” tanyanya lagi, bingung akan tingkah Xavier.

Pertanyaan itu membuat Xavier tertegun. Ya, itu juga yang ditanyakan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya ketika menemukan Xavier hanya terdiam dan menolak berbicara. Mereka tidak tahu, bahwa bagi Xavier, menutup mulutnya adalah salah satu cara melindungi dirinya.

Bukan karena Xavier tak mampu berbicara, tetapi memang karena dia sengaja tak mau berbicara.

Xavier tahu bahwa para polisi, dokter, psikiater, bahkan kedua orang tuanya sendiri, menunggu kesaksian langsung yang keluar dari bibirnya. Mereka akan menggunakan berbagai metode atas nama penyelidikan, atas nama penyembuhan, untuk membuat Xavier menceritakan secara runut apa yang terjadi pada dirinya selama peristiwa penculikan itu terjadi. Tentu saja mereka tahu bahwa Xavier bisa mengingat segala sesuatunya dengan jelas, sehingga akan mengorek informasi seterperinci mungkin dari dirinya.

Tapi saat ini Xavier tak mau membuka mulut untuk mereka. Tidak di saat dia bahkan kesulitan melepaskan bayang-bayang mengerikan itu dari jiwanya.

“Kakak?”Suara Akram membuat perhatian Xavier teralih kembali. Dia menunduk, menatap mata hazel adiknya yang lebar dan bening, lalu hatinya melembut.

Marlene mungkin mencegah Akram mendekatinya untuk melindungi dirinya dan juga melindungi Akram. Mungkin juga di benak Marlene, terbersit ketakutan bahwa dirinya akan menyalahkan Akram atas peristiwa penculikan itu.

Tetapi Marlene salah. Tidak pernah sedikit pun ada dendam atau sikap menyalahkan dari Xavier untuk Akram. Xavier sudah bertekad untuk melindungi Akram atas nama kasih sayang dan juga balas budi pada keluarga angkatnya dan perasaan itu masih tak berubah sampai sekarang.

“Aku tidak apa-apa,” setelah sekian lama, barulah Xavier mau mengucapkan seuatu dari bibirnya. Suaranya agak parau dan goyah karena begitu lamanya dia menahan diri.

Mata Akram melebar ketika mendengar suara Xavier. Senyumnya pun terurai di wajah polosnya yang lucu.

“Kalau begitu kakak sudah sembuh? Kita bisa main bersama lagi?” tanyanya bersemangat.

Xavier tersenyum, senyum pertamanya setelah sekian lama. Lalu kepalanya mengangguk.

“Kita bisa main bersama lagi. Sekarang tidurlah, sudah malam,” ucapnya singkat sedikit tegas.

Akram langsung menurut, dia memang selalu menganggap kakaknya sebagai panutan dan tidak pernah membantah apapun yang diperintahkan oleh kakakknya kepadanya. Bahkan bisa dibilang Akram lebih menurut kepada Xavier dibandingkan kepada Baron dan Marlene.

Xavier membiarkan Akram bergelung dekat di sisinya. Tak lama kemudian, terdengar napas Akram yang teratur berpadu dengan dengkuran halus. Rupanya, adiknya itu memang sudah sangat mengantuk sehingga bisa jatuh tertidur dengan mudahnya. Tidak terbayangkan jiwa waktu itu Akramlah yang diculik, adiknya yang masih kecil inilah yang akan mengalami siksaan tak terkira seperti yang dialami olehnya.

Xavier menatap Akram dengan saksama dan entah kenapa tekadnya berkobar memenuhi seluruh tubuh kecilnya.

Dia akan melindungi Akram. Dia akan memastikan bahwa Akram tidak akan mengalami hal mengerikan seperti apa yang dia alami.

Mata Xavier tertuju lagi pada buku tebal di pangkuannya. Sebuah buku yang mengulas tentang klasifikasi berbagai zat-zat beracun di dunia dan imbasnya pada tubuh manusia.

Para penculik itu masih berkeliaran dengan bebas. Bukan tidak mungkin mereka masih mengincar kedamaian keluarga mereka. Xavier tidak akan membiarkan itu terjadi. Saat ini tubuhnya yang kecil mungkin tak bisa melawan para penculik dewasa yang lebih kuat itu. Tetapi, jika dia bisa membuat racun efektif dengan efek yang mengerikan, dia mungkin bisa melawan para penjahat itu dengan mudah.

Dia harus melindungi Akram. Tekad kuat itulah yang memberinya kekuatan untuk bertaha hidup hingga detik ini.

***

“Xavier masih menghabiskan waktunya di lab mini miliknya?”

Baron yang baru saja pulang dari perusahaan tempatnya bekerja melepaskan dasi dan menatap penuh ingin tahu ke arah Marlene.

Istrinya duduk di sofa besar yang ada di ruang tamu, sementara mata perempuan itu langsung terarah kepada pintu kaca besar yang terletak di depannya.

Karena dipenuhi oleh rasa bersalah, Baron jadi bersedia memenuhi semua permintaan Xavier. Anak itu sudah mulai berbicara sepatah demi sepatah kepada mereka.

Asalkan mereka sama sekali tak menyinggung peristiwa penculikan itu, Xavier mau membuka dirinya kepada mereka. Tetapi, ketika ada satu titik aja dari peristiwa penculikan itu yang diangkat ke permukaan, Xavier akan langsung mundur, menarik diri dan berlindung dalam tempurungnya.

Karena itulah Baron memutuskan untuk membungkam siapapun yang hendak menyebut tentang peristiwa penculikan itu di hadapan Xavier. Dengan kekuasaannya, dia mengusir polisi yang ingin meminta keterangan, dia juga menyingkirkan semua dokter dan psikiatrist yang menawarkan bantuan bagi Xavier.

Baginya, Xavier lebih aman dan terlindungi bersama mereka, bersama keluarganya.

Dan sepertinya keputusan Baron benar adanya, dari hari ke hari perkembangan kesembuhan Xavier tampak semakin baik. Itu semua tak lepas dari kasih sayang yang dicurahkan oleh Marlene sepenuhnya selama berbulan-bulan ini yang menjadikan Xavier sebagai nomor satu di atas segala kepentingannya.

Karena itulah, ketika Xavier meminta sebuah lab kecil untuk memuaskan hobi dan keingintahuan barunya tentang berbagai macam ramuan zat kimia, Baron langsung merenovasi sebuah ruangan besar di rumah mereka, lalu melengkapinya dengan segala peralatan terbaik untuk melengkapi ruang lab itu. Bahkan bisa dibilang, Ilmuwan peneliti yang sesungguhnya mungkin akan merasa iri melihat kelengkapan ruang lab milik Xavier.

Baron juga memberikan akses kepada Xavier kepada salah satu kartu kreditnya dan membiarkan Xavier menghabiskan berapapun yang dia mau untuk membeli berbagai macam zat kimia dengan harga fantastis untuk kebutuhan penelitiannya. Dia juga yang memuluskan jalan bagi Xavier untuk mendapatkan berbagai macam zat kimia aneh dengan nama langka, yang paling terlarang dan yang paling berbahaya sekalipun.

Keheningan yang membentang di antara pasangan suami istri itu terpecahkan ketika Marlene menganggukkan kepala mendengar pertanyaan Baron.

“Xavier selalu lebih ceria setelah menghabiskan waktu di lab mini miliknya,” senyum Marlene berubah tulus ketika kepalanya tertengadah ketika menatap ke arah Baron. “Terima kasih, Baron. Karena memberikan lab itu untuknya.”

Baron berdehem, hatinya berbunga. Sudah begitu lama Marlene hanya fokus kepada Xavier dan melupakan semua hal di sekelilingnya. Baru kali inilah setelah sekian lama, Marlene benar-benar tersenyum tulus kepadanya.

“Aku ingin kau paham kalau aku juga sangat menyayangi Xavier,” Baron mengambil tempat duduk di sofa di dekat Marlene dan merangkul perempuan itu ke pelukannya. “Aku ingin kau memaafkanku,” desah Baron kemudian.

Marlene merebahkan kepalanya ke dada Baron, menghela napas panjang untuk melegakan diri.

“Aku sudah memaafkanmu, Baron,” jawab Marlene dengan suara tulus.

Keheningan kembali membentang di antara mereka selama beberapa lama, dipenuhi oleh kelegaan yang menguarkan aromanya ke udara. Kemudian, Baron tiba-tiba menjauhkan tubuh Marlene sedikit dari pelukannya dan menunduk menatap istrinya dengan ragu.

“Mengenai pesta perjamuan ini… apakah kau merasa yakin?”

Kembali Marlene melirik ke arah ruang lab mini tempat Xavier berada, lalu dia menganggukkan kepala.

“Pesta perjamuan tahunan untuk perusahaanmu ini selalu dilakukan bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Akram. Pesta ini juga merupakan hal yang baik untuk melatih Xavier untuk berinteraksi pertama kalinya dengan orang luar setelah begitu lama menutup diri,” Marlene menjawab dengan nada yakin. “Lagipula, Xavier sudah setuju untuk menghadirinya bersama kita.”

Baron menghela napas panjang. “Aku senang Xavier setuju. Tetapi… menghadiri pesta begini besar, dengan begitu banyak orang yang datang. Apakah itu tak akan terlalu menyulitkan Xavier?” tanyanya masih ragu.

Marlene kembali memasang senyumnya. Tangannya menepuk dada suaminya untuk menenangkan.

“Kita harus mempercayai Xavier. Apakah kau lupa bahwa pemikirannya jauh lebih dewasa dibandingkan usianya yang baru sembilan tahun? Jika Xavier bilang bahwa dirinya siap, maka dia pasti sudah siap.”

***

Pesta itu berlangsung di ballroom raksasa sebuah hotel berbintang lima yang menjadi miliki keluarga Night. Ada begitu banyak orang yang diundang dan bercampur baur dari berbagai kalangan. Para kalangan atas, orang-orang ningrat, para pengusaha kaya bahkan sampai pejabat pemerintahan dan instansi diundang datang ke pesta ini. Begitupun dengan seluruh karyawan Night Corporation di kota itu berikut perwakilan dari cabang-cabang Night Corporation yang tersebar di seluruh dunia. Mereka semua diperkenankan datang bersama keluarganya.

Pesta besar ini merupakan pesta tahunan yang berlangsung megah dan meriah setiap tahunnya. Makanan-makanan tumpah ruah dan tersaji dengan kelezatannya, musik orkestra mini dimainkan untuk menghiasi nuansa udara dengan irama dansa yang menyenangkan, dan semua wanita berlomba-lomba mengenakan gaun terbaiknya ke tempat ini.

Semua orang sangat ingin menghadiri pesta ini, dan undangan datang ke pesta tahunan keluarga Night ini sangat diharapkan oleh semuanya serta sebagian besar tak akan melewatkan kesempatan untuk menghadirinya.

Apalagi, ini adalah kali pertama keluarga Night muncul kembali ke publik setelah peristiwa penculikan yang menghebohkan itu.

Baron Night mungkin telah berhasil membungkam berbagai media massa untuk menjaga privasi keluarganya, tetapi tetap saja desas desus berkembang di luaran sana, membuat banyak orang merasa ingin tahu dengan keadaan anak sulung keluarga Night yang berhasil selamat dari upaya penculikan yang mengerikan.

Berbeda dengan suasana hiruk pikuk pesta yang telah dimulai, di kamar hpotel khusus di lantai atas nan hening tempat keluarga Night berada, Marlene yang mengenakan gaun indah berwarna keemasan tampak duduk sambil kedua tangannya menyentuh bahu Xavier yang berdiri di depannya.

“Apakah kau yakin hendak keluar menghadiri pesta? Ibu akan mengerti kalau kau memutuskan tinggal di dalam ruangan ini dan beristirahat saja,” tanya Marlene dengan nada cemas dan tidak yakin.

Xavier, yang saat itu mengenakan tuxedo putih yang sewarna dengan Akram tersenyum menenangkan.

“Tenang saja, ibu. Aku baik-baik saja.”

Suara Xavier tampak tegas meyakinkan, membuat Marlene menghela napas panjang kemudian.

“Baiklah kalau begitu. Kita tunggu ayahmu, setelah itu kita keluar bersama-sama menyambut tamu undangan,” ucapnya sambil bangkit berdiri, merapikan gaunnya, lalu menggandeng Xavier dan Akram di kiri dan kanan tangannya.

***

Secara tak terduga, semua berlangsung mulus dan sempurna. Xavier berhasil menampilkan citra diri anak yang sehat baik mental maupun fisik, menunjukkan kepada semua mata penuh ingin tahu yang memandangnya bahwa dirinya, Xavier Night, dalam kondisi baik-baik saja.

Saat ini Xavier memilih berdiri dalam diam di area dekat balkon lantai dua. Posisi tubuhnya tersembunyi di balik pilar besar dari marmer yang lingkarnya saja mungkin dua kali tubuhnya. Sementara itu, matanya tampak mengawasi ke arah tamu-tamu di bawah sana yang tengah berdansa, menikmati hidangan dan minuman dan menghabiskan waktu menyenangkan di pesta dansa megah ini.

Seperti dugaan Xavier, setelah manusia-manusia penuh ingin tahu itu memuaskan matanya, mereka tak ambil peduli lagi dengan Xavier. Hal itu membuat Xavier lebih bebas melakukan pengawasan untuk menjalankan rencannaya.

Ya, dia memiliki rencana lain di pesta ini. Karena itulah dia setuju untuk menghadiri pesta dansa megah nan penuh sesak ini, meskipun sesungguhnya berhadapan dengan orang banyak masih terasa mengerikan untuknya.

Para penculik itu tadinya mengira bahwa dirinya sudah mati dibuang dijalanan. Kenyataan bahwa Xavier ternyata selamat, tentu membuat mereka semua ketakutan. Xavier sudah mengenali wajah mereka dengan jelas, itu membuat posisi mereka selalu terancam jika Xavier masih hidup.

Ketika Xavier berlindung di dalam rumah megah keluarga Night yang dijaga dengan keamanan ketat, para penculik yang kelimpungan itu tak akan bisa menggapainya, tetapi tentu saja bukan itu yang diinginkan oleh Xavier. Dia sengaja keluar dari bilik perlindungannya untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai umpan. Dia tahu bahwa para penculik itu tak akan melewatkan kesempatan ini.

“Kakak?”

Suara Akram di belakangnya membuat Xavier terlonjak terkejut. Dengan cepat dia menolehkan kepala, menatap ke arah Akram dengan sikap panik.

“Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah pengasuh sudah mengajakmu ke kamar hotel di atas untuk tidur?” tanyanya dengan nada suara sedikit meninggi.

Hari memang belum larut benar, masih jam sembilan malam dan puncak pesta dengan berlangsung penuh hingar bingar di ballroom bawah sana. Tetapi, bagi anak sekecil Akram, jam tidurnya sudah tiba. Tidak seharusnya dia berkeliaran di bawah tanpa pengawasan seperti ini.

“Aku… aku menyelinap dari pengawasan pengasuh. Aku mencarimu,” Akram menundukkan kepala, tampak dipenuhi rasa bersalah.

Kedua orang tua mereka masih sibuk menjadi tuan rumah pesta di bawah sana, dan tubuh Akram yang kecil memang memungkinkannya untuk menyelinap dari kelengahan pengawas serta pengasuhnya.

Xavier menggertakkan gigi. Kehadiran Akram akan merusak rencananya, dan hal itu bahkan bisa membahayakan nyawa Akram. Dia harus menyingkirkan Akram supaya terlindung ke tempat yang aman terlebih dahulu. Sementara mengenai pengasuh serta pengawas Akram, Xavier memastikan bahwa dia akan melapor kepada ayahnya supaya mereka dipecat dengan kejam, sebab mereka semua tak becus melakukan pekerjaannya.

“Ikut denganku, aku akan mengantarmu tidur,” Xavier meraih tangan Akram dan menggandengnya, mengajaknya melalui lorong kecil berkarpet merah yang menghubungkan area balkon dengan tangga dan lift ke lantai atas tempat keluarga Night mendapatkan kamar khusus untuk ditinggali malam ini.

Sayangnya, ketika mereka berdua melalui lorong itu, apa yang direncanakan oleh Xavier hancur berantakan seketika.

Sosok mimpi buruknya, pemimpin penculik itu, ternyata tengah berdiri menunggu di sana, menghadap ke arah yang berlawanan dengan Xavier yang sedang menggandeng Akram.

Xavier memang sudah menduga bahwa penculiknya akan hadir di sini untuk membereskannya, tetapi dia sama sekali tidak menduga bahwa Akram akan terlibat di sini.

“Wah… wah…” pemimpin penculik yang berhasil menyusup masuk ke pesta dengan dandanan perlente dan berjas mewah itu menegakkan punggung, lalu melangkah mendekat lambat-lambat seperti serigala jahat kelaparan yang bercucuran air liur menjijikkan hendak menerkam mangsa. “Aku datang kemari untuk membunuh bocah sampah yang menjadi saksi mata. Tak kusangka aku malah mendapatkan putra mahkota yang sesungguhnya di sini. Sungguh keberuntungan yang tak kukira. Tenyata, kelurga Night memang bodoh dan tak pernah belajar dari masa lalu,” ucap pemimpin penculik itu sambil menjilat bibirnya sementara matanya melotot seperti orang gila yang kegirangan mendapatkan mainan baru.

***

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

KONTEN PREMIUM PSA


 

Semua E-book bisa dibaca OFFLINE via Google Playbook juga memiliki tambahan parts bonus khusus yang tidak diterbitkan di web. Support web dan Authors PSA dengan membeli E-book resmi hanya di Google Play. Silakan tap/klik cover E-book di bawah ini.

Download dan install PSA App terbaru di Google PlayWelcome To PSAFolow instagram PSA di @projectsairaakira

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

 

91 Komentar

  1. Arfan Naendra menulis:

    Dalang dari segala dalang
    Gara” ni orang nih Xavier jdi kyk gtu :bantingkursi, edan.

  2. gemas bangetttt aku jadi tersentuh. mereka berdua, lil’ akram xavier bener bener pureee bgt huhuhu.

  3. xavier, dan lab mininya.

    gEMASSSS

  4. tolong doNk jangan berulah lagi preman premanz ㅠㅠㅠㅠ

    noona gakuat liat lil’ xavier n lil’ akram

  5. Lagi tegang banget eh tiba2 bersambung :bantingkursi :bantingkursi

  6. kushiikushii menulis:

    Semoga aja penjaga mereka cpt dateng
    :berharapindah :berharapindah

  7. :bantingkursi :bantingkursi siaaal.. Semoga cepaat dibante Xavier tu orang , sama racun ciptaan Xavier :ngakakabis

  8. Lagi tegang2nya, bersambung, panjangin lagi donk wordsnya… :kisskiss

  9. jvevangelistas menulis:

    Aku stres bacanya wkwkwk
    Napa sih ah ini preman ganggu aja :((

  10. AimeeCho838 menulis:

    Ya ampun tuh orang jahat nda ada berhentinya ganggu orang.
    Baca part ini agak sedih, hubungan Xavier sama Akram dulu nya kayak akrab banget, sekarang Akram kesannya agak ngejauhin Xavier, padahal nda tau aja dia kalo Xavier sayang banget sama dia. Authornya tolong dikasi spasi paragraf nya kak, agak susah bacanya kalo katanya dempetan kayak gitu
    hehe lope u thor :iloveyou :muach :kisskiss :lovelove :givelove :dancing

  11. mirandaayuna menulis:

    :bantingkursi :bantingkursi

  12. Wah makin gemesss aku :bantingkursi

  13. Ga sabar xavier dewasanya hehehe

  14. Rina Abdullah menulis:

    Qt nda akan pernh menebak apa yg ada dlm kepala xavier

  15. DinarTiffaniErdi menulis:

    pedofil :huhuhu

  16. Makin penasaran, tapi masih nyesek bacanya, tapi aku makin kagum sama Xavier

  17. AyukWulandari2 menulis:

    Gak kebayang nasib xavier kayak gitu :huhuhu

    Nangis terus bawaannya kalau baca ini :nangiskeras

    Semoga xavier & akram gak kenapa napa :panikshow

    Gemes banget sama tersangka penculikan xavier :bantingkursi

  18. de_Queenshera menulis:

    Serafina moon itu ? Adiknya anastasia moon kah ?

  19. Serem ya. Tuh orang yg bikin Xavier merasakan sakit pada kejiwaannya :huhuhu

  20. :bantingkursi :bantingkursi :bantingkursi :bantingkursi saxir sayang akak padamuu bebiiiii :kisskiss :kisskiss :kisskiss :kisskiss

  21. Gue nangis baca cerita Xavier ini :huhuhu

  22. Kirain penjahatnya Uda ditangkap polisi ternyata masih berkeliaran :bantingkursi :bantingkursi :bantingkursi

    Ternyata ini asal muasal Xavier jadi ahli racun :kisskiss :kisskiss

    Akram kecil sayanggg banget sama Xavier :kisskiss :kisskiss ngintilin Xavier terus :kisskiss :kisskiss
    Untung sekarang Uda baikan lagi :kisskiss :kisskiss

  23. Gemas bgt sama mini Xavier dan Akram :sebarcinta

  24. :bantingkursi :bantingkursi :huhah :huhah :evilmode

  25. munawarah926 menulis:

    Xavier dan akram kecil saling menyayangi
    Penculiknya belum puas kalau belum culik keturunan night

  26. Sesayang itu Xavier sm Akram… Akram coba lu baca cerita ini biar tahu wkwk

  27. Wina Soetardjo menulis:

    Ga ngerti, sesayang itu Xavier sama Akram.
    Beruntung bgt Akram punya saudara Xavier…
    :iloveyou

  28. mustika lisa amalia menulis:

    Suka banget interaksi xavier akram kecil :dancing
    Tapi pas gede bikin elus dada :awasPMS

  29. ArinaRisaDewi menulis:

    Bah gara2 bocil akram ini, rencana gagal maning

  30. elyumnagita menulis:

    Xavierr….😷😷😷 Haaah….Batinnya sesungguhnya sudah hancur lebur

  31. Hati xavier tulus banget, kakak yang bener” ngelindungi adiknya, kakak ter the best, salut banget sama xavier, dia tetep tegar, pokoke xavier terbaek. Akram uculsss banget sumveh, gak nyangka dia manis banget waktu kecil. Akur beud sama xavier, kakak adek gemes beud dah. :kisskiss

  32. Missjangchoii1 menulis:

    Manis banget sih mereka waktu kecil :iloveyou besarnya ‘cakar-cakaran’ :”( aku masih penasaran kenapa si Xavier terluka parah waktu mereka udah dewasa

  33. Wahyu ningsih menulis:

    Sumfehh aq menangis dn terharu ketika akram meminta untuk tidur berdua, lalu
    “ibu bilang kakak sakit dn aku tak boleh mengganggu atau mendekati …..”
    ” kakak sakit apa”
    .
    Disitulah sebenarnya mereka saling menyayanggi😢😢😢😢

  34. :berkacakaca aku terharu

  35. andai si akram tau…

  36. listianaaaaa menulis:

    :matre

  37. Pinter banget sihh xavier, penjahatnya emang ngga kapok yaa :bantingkursi :bantingkursi

  38. eliana_raffael menulis:

    :matre

  39. :gakmauahgakmau kalo xavier dan akram jadi jauh

  40. Akram kecil kelihatan banget sayang ke Xavier, sampai-sampai menyelinap demi bertemu Xavier. :lovely

  41. Jadi merasa bersalah pernah komentar buruk soal Xavier di cerita sebelah :lovely
    Itu si penjahat gak tau aja kalo Xavier udah lebih pinter, semoga mereka berdua gak kenapa-kenapa deh..

  42. LesikaSuharita menulis:

    :ayojadian

  43. DeeraSlythNeel menulis:

    :bantingkursi :Jambakantagonis
    Deg degan… :Jambakantagonis :bantingkursi

    Tapi Xavier pasti punya racun atau zat bahaya buat nyerang mereka kan :Jambakantagonis :bantingkursi

    Btw, mereka kaya Elsa sama Anna deh interaksinya :lovely

  44. Breathtaking05 menulis:

    :lovely

  45. Wow

  46. Riski Agustika menulis:

    Wow.. sungguh sungguh :bantingkursi

  47. debora sinaga menulis:

    Ini ngeri banget strateginya Xavier.

  48. Xavier :lovely

  49. Leni Meilina menulis:

    Hmmm

  50. DessyPutri8 menulis:

    Yaahhh diculik lg masa :wowtakkusangka

  51. Ok. Aku deg-degan nih :panikshow

  52. Ya ampuuuunn :kumenangismelepasmu

  53. Deg deg deg

  54. nurul ismillayli menulis:

    Semoga Xavier berhasil

  55. Gemes :panikshow

  56. Sry Hartina menulis:

    Seru

  57. Bunuh aja Itu penculiknya :bantingkursi

  58. deg degan aku :panikshow

  59. Halo aku mampirr

  60. Shelli Novianti menulis:

    :grrr

  61. Aduh zavier, akram

  62. Hehe lucu liat Akram manggil ”kakak” ke Xavier :NGAKAKGILAA

  63. UpungDananir menulis:

    :backstab :backstab :backstab

  64. istri ke dua jendral akira menulis:

    :aw..aw :aw..aw :aw..aw :aw..aw

  65. Xavierrrr lopeeeee

  66. Mengulang kembali ke awal

  67. Sejujurnya sedih banget kalo ngulang baca tentang Xavier…

  68. Akram pas kecil gemes amat ya manja ke xavier. Pas udh gede jadi galak :backstab :backstab

  69. Ketemu lg sama penculiknya :grrr

  70. penghuni bumi menulis:

    Lg ngebayangin akram pas kecil yg gemoy gmna yaaa wkwkwk